Aku…. Butiran Debu (part 1)

Image

Aku seperti butiran debu yang menggangu walaupun hampir tak terlihat. Meremehkan diri sendiri ? Tidak bersyukur ? Bukan hanya…hanya berusaha jujur dengan apa yang aku rasakan 20th ini. Darimana perasaan ini bermula ? Aku sendiri tak yakin, aku dididik dengan baik dan dari keluarga baik tapi ada satu kekurangan, I’m not rich enough to be someone in sociality.

Itu sudah menjadi tabiat manusia untuk memandang seseorang dari seberapa banyak uangnya, apa yang dia pakai dll. Mungkin aku tak pantas mengemukakan hal ini tapi jujur saja aku tak terlalu suka dengan perlakuan sinis guruku di kelas 1 SD. Tidak peduli apa yang aku lakukan, apa yang aku hasilkan, dimata dia aku tetap sama. Hanya anak bodoh dari keluarga sederhana yang mempunyai kakek yang setiap hari menemuinya di sekolah untuk memberikan uang. Thats it! Sampai sekarang aku masih ingat jelas, kenangan itu. Seberapa keras aku berusaha menulis latin dengan baik, hanya dalam satu detik lirikan darinya aku mendapat nilai paling bagus adalah 5. Aku tidak ingat apakah aku pernah mendapatkan nilai 6 darinya dipelajaran menulis.

Walaupun beliau hanya mengajarku setahun, hanya di kelas satu (aku sangat bersyukur dengan itu) tapi kesan itu melekat kuat. Perasaan tak dianggap, diremehkan dll. Kesannya terhadapku yang cuma gadis bodoh pun masih sama. Walaupun akhirnya di kelas 6 aku berhasil juara satu 2x. Yah prestasiku membaik sejak kelas 3 SD dan aku selalu ada di 10 besar. Bagaimanapun juga aku masuk SD saat menginjak usia 5th 3 bulan, jadi harap maklum jika di awal aku masih sulit menyesuaikan diri.

Tapi apa yang aku dapatkan? seperti butiran debu, sebanyak apapun debu itu tidak akan merubah apapun, masih tetap debu yang tak penting. Yang dia ingat hanya murid-murid pintar di kelas 1 dulu, dia memperlakukan mereka secara istimewa bahkan sampai tingkat akhir SD. Kesan beliau terhadapku masih sama, sinis, meremehkan. Kuharap aku salah, tapi itu yang aku rasakan. Jadi sampai sekarang aku tak pernah menyapanya. Kadang aku mencoba tidak kenal atau tidak melihat (yang ini jangan ditiru)

Aku berharap tidak ada lagi seorang murid yang mengalami trauma seperti ini, walaupun itu sepele tapi ini akan membekas selamanya. Seorang guru sepatutnya memperlakukan semua muridnya dengan sama tak ada yang istimewa atau dikucilkan. Tak peduli apa dia pintar atau bodoh, kaya atau miskin. Tapi ternyata bukan hanya aku memiliki pengalamanan seperti ini, walaupun tak separah aku yang agak trauma dan tidak suka dengan satu guru.

Maafkan aku Ibu Guru, aku menghargai semua jasa Ibu. Terima Kasih.

Tinggalkan komentar